Minggu, 26 September 2010

Mujahid Anakku, Syafakallah . . .

Pagi itu sekitar pukul 08.00 pagi, Allah ‘Azza Wa Jalla menampakkan tanda–tanda kekuasaanNya dengan mengaruniakan saya seorang jundi pertama. Saya sangat bersyukur dan bahagia dengan kehadirannya. Saya beri ia nama Mujahid, dengan harapan semoga kelak ia menjadi mujahid sejati yang berjuang membela agama Allah di muka bumi di tengah goncangan fitnah yang kian besar.
 

Mujahid tumbuh sebagaimana bayi-bayi yang lain. Ia aktif, lucu, menggemaskan, bahkan termasuk bayi yang tidak rewel. Saya sering mendengar cerita-cerita dari mereka yang memilki pengalaman dalam mengasuh anak terutama di saat-saat awal sejak kelahirannya. Menurut mereka, merawat bayi yang baru lahir, harus siap-siap begadang dan kurang tidur pada malam hari. Tetapi saya hampir tidak pernah merasa ‘payah’ untuk menenangkannya di malam hari bahkan sampai begadang di tengah malam. Ia hanya terbangun saat basah atau haus. Saya sempat merasa ragu, apakah ini gejala normal saja atau sesuatu tidak biasa bagi bayi seusianya.
 
Hari-hari kebahagiaan saya lalui bersamanya. Rasa syukur kepada Sang Pencipta juga tak lupa untuk senantiasa saya panjatkan kehadiratNya. Memandangnya, memeluknya, menggendongnya, sungguh menenangkan hati. Suatu saat, di tengah kebahagiaan saya merawatnya, ada sesuatu yang mengganjal hati saya setiap melihatnya. Kulitnya nampak berwarna kuning. Kadang tidak terlalu kuning. Begitu pula pada mata bahkan pada urin atau air seninya. Saat itu umurnya hampir 15 hari. Saya mencoba mencari informasi tentangnya. Bertanya kepada keluarga, kerabat, tetangga, teman, saya lakukan. Juga melalui internet. Mereka berkata : “ Ah..., itu biasa, coba dijemur pagi-pagi “. Yang lainnya berkata : “Oh..., mungkin kurang minum”. Akhirnya, saya mencoba melakukan saran – saran tersebut. Namun, toh tidak  banyak perubahan. Hingga umurnya 42 hari, ia nampak sangat kuning. Kekhawatiran saya semaikin membuncah. Saya membawanya ke dokter spesialis anak, menceritakan kondisinya yang aktif, tidak demam dan tidak rewel, hanya kuning saja. Dokter itu ragu dengan diagnosanya. Dan merekomendasikan untuk mengonsultasikannya kepada dokter -yang lebih ahli- kedua. Dengan harapan yang besar, saya ke dokter tersebut. Sampai di sana, ternyata, ia merekomendasikan untuk berobat ke dokter -yang lebih ahli dan berpengalaman- ketiga. Dr. Julius Roma, Sp. A namanya . Setelah berkonsultasi,  dokter mendiagnosa ada sumbatan pada saluran empedunya. “Jika sampai umur 2 bulan sumbatan ini tidak  dibuka, bisa merusak fungsi hatinya”, ujarnya. Menurutnya, bayi saya harus dioperasi. Dan kebetulan, operasi semacam ini tidak pernah dilakukan di Makassar, karena tidak ada dokter yang ahli dalam hal ini. Ia merujuk untuk melakukannya di RS Harapan Kita Jakarta. Jika tidak bisa ke Singapura. Saya syhok mendengarnya. Allahu Akbar... “Bayi sekecil ini harus dioperasi ?”, gumamku.  Sungguh, berita ini begitu mengagetkan.
 
Aroma kebahagiaan itu tiba-tiba berubah. Sedih, cemas namun harap, menggantikannya. Saya mencoba bertanya tentang operasi ini kepada teman dan kerabat. Informasi yang saya dapatkan, ada yang telah menjalani operasi tapi tidak bisa bertahan lama. Ada juga yang hanya bertahan sampai umur 9 bulan. Informasi ini membuat saya semakin cemas. Saya pun berembuk bersama orangtua, apakah operasi itu segera dilakukan atau tidak.  Terus terang, saya dan keluarga merasa berat kalau Mujahid harus menjalani prosedur operasi. Apalagi di Jakarta saya tidak punya sanak saudara. Apakah ia akan saya biarkan begitu saja, tanpa ada usaha?, saya begitu bingung, harus bagaimana. Hati kecil saya terus berharap dan berdoa agar ada jalan keluar. Waktu yang tersisa bagi saya sudah sempit, sebentar lagi usianya 2 bulan. “Jika sampai umur 2 bulan sumbatan ini tidak  dibuka, bisa merusak fungsi hatinya”. Kata-kata dokter itu terus terngiang dalam telinga saya. “Ya Allah, kalau memang saya harus kehilangannya, berikanlah kesabaran yang besar bagi saya, karena ini adalah cobaan yang berat ”, doa saya.  Memang Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman, artinya :“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar“. (QS. Al Anfal : 28)

Beberapa hari setelah vonis dokter, orang tua saya di kampung menelepon dan menyarankan agar Mujahid tidak dioperasi dan mencoba pengobatan alternatif saja. Tetapi saya ragu, pengobatannya seperti apa. Saya khawatir ada unsur kesyirikan di dalamnya. Namun beliau meyakinkan saya. Ia menjelaskan bahwa pengobatan alternatif tersebut dilakukan dengan terapi pijat/urut bayi dengan ramuan herbal. Mendengar penjelasan itu, saya ingat ketika mengikuti seminar mengenai IMD (Inisiasi Menyusui Dini) dan Pijat Bayi. Memang sangat banyak manfaat dari pijat bayi, antara lain meningkatkan berat badan, meningkatkan pertumbuhan, meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan produksi ASI, efek biokimia dan fisik yang positif yaitu menurunkan kadar hormon stres dan meningkatkan kadar serotonin, serta manfaat yang lain. Saya pun sholat istikharah, memohon kepada Yang Maha Mengetahui, agar Dia memberikan taufiqNya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, artinya : “Sesungguhnya kewajiban Kamilah memberi petunjuk,” (QS. Al Lail : 12).
 
Akhirnya, saya berikhtiar membawa Mujahid ke kampung. Saya pun berinisiatif untuk berhenti bekerja sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi swasta, padahal saat itu begitu banyak tawaran untuk mencapai jenjang karier yang tinggi. Tetapi saya bertekad untuk merawatnya, karena ia adalah anugerah dan amanah yang besar dari Allah. Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman, artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui” (QS. Al Anfal “ 27).
 
Sampai di sana Mujahid pun mulai menjalani terapi. Obat dari dokter tetap diberikan, saya juga memberinya Habbatusauda dan air zam-zam. Ketika menggendongnya, saya juga membacakan ayat-ayat  Al Qur’an sampai ia tertidur. Saya tetap melanjutkan memberinya ASI. Saat mengandungnya, saya sudah komitmen akan memberikan ASI EKSLUSIF, apalagi sekarang ia sedang sakit karena saya tahu manfaat ASI sangat banyak. Ia adalah makanan yang sempurna bagi bayi, tidak satupun susu formula yang bisa menyamai kandungan ASI. Menurut Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia DKI Jakarta (IDAI Jaya) dr. Badriul Hegar SpA (K), ASI adalah nutrisi alamiah terbaik bagi bayi dengan kandungan gizi paling sesuai untuk pertumbuhan optimal, membuat bayi mendapat nutrisi terbaik; meningkat daya tahan tubuhnya, meningkat kecerdasannya, dan meningkat jalinan kasih (bonding) dengan ibu (dan ayah). Menurut beliau, ASI mengandung probiotik, sehingga disebut sebagai cairan hidup sedangkan susu formula tidak mengandung probiotik atau cairan mati. ASI juga mengandung antibakteri dan komposisi nutrisinya sangat sesuai dengan kebutuhan bayi. Bahkan teman saya menyarankan agar memberinya ASI, karena ia obat bagi bayi.
 
Sungguh sayang bila seorang ibu lebih memilih memberikan susu formula dibanding ASI, lagipula mendapatkan ASI adalah hak bayi dan kewajiban seorang ibu, sebagaimana  firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Al Qur’an, artinya : “ ... Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan ... “. (QS. Al Baqarah : 233 ).
 
Setelah sebulan di kampung, saya kembali ke rumah. Saya tetap cek up ke dokter dan meneruskan terapi pijat bayi sendiri dengan menggunakan minyak herbal. Saya juga membeli buku yang dilengkapi dengan video praktek tentang pijat bayi. Dokter menganjurkan agar melakukan pemeriksaan darah setiap 10 hari untuk mengetahui tingkat fungsi hati.
Beberapa pekan kemudian, Mujahid kembali menjalani pemeriksaan darah. Alhamdulillah, hasil lab darahnya menunjukkan kemajuan. Saya pun membawanya ke dokter. Melihat kemajuan ini, dokter berkata : “ Sepertinya Mujahid bisa sembuh tanpa harus dioperasi, hanya konsumsi obat saja, tapi mungkin ia akan mengkonsumsinya hingga umur 2 tahun, bahkan bisa lebih dari itu “. “ Ia juga harus dijaga baik-baik karena ia tidak dianjurkan untuk mendapat Imunisasi, karena akan memperberat kerja hatinya Jadi, jangan sampai ia kena penyakit “, dokter itu melanjutkan perkataannya. 
Segala puji bagi Allah Maha Kuasa.  Kondisi Mujahid saat ini semakin membaik dan sudah tidak kuning lagi. Sekarang umurnya hampir 8 bulan. Saya berdoa semoga terus diberi kesabaran dan keuletan dalam merawat dan mendidiknya hingga kelak menjadi mujahid di Jalan Allah sebagaimana doa dalam namanya. Amin. 
Wallahu A’lam.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar