Senin, 20 Desember 2010

Bermain (Bagian Satu)

“Aduh ..jangan ganggu mama ! mama lagi sibuk masak nih, Nailah main saja sana sama kakak yah, ujar Sarah dengan wajah cemberut. Ia merasa tertanggu dengan kehadiran Nailah di dapur, yang turut mengacak-acak sayuran, (padahal maksudnya baik, mau bantu mama, dan bermain dengannya di dapur), sambil ngoceh, 'Mama lagi apa?' (padahal udah tau mamanya lagi serius masak...), 'masak apa ma? Ini apa? (Sambil mengambil wortel yang berwarna orens, menurutnya sangat menarik). Dan banyak lagi ocehan Nailah, yang membuat mamanya semakin sibuk, (kok sibuk, jawab pertanyaan segitu saja mama sibuk, capek... wah .. wah..).
Mendapat jawaban begitu dari mamanya, membuat Nailah yang lagi semangat-semangatnya jadi segan lagi untuk bertanya. Rasa keingintahuannya pupus sudah. Nailah pun pergi dengan langkah Gontai meninggalkan mamanya yang tak meliriknya sedikit pun dan masih sibuk dengan masakannya. Nailah berlari keluar bergabung dengan kakaknya, berniat tuk melupakan kejadian yang tidak mengenakkan tadi. Dalam hatinya pun masih penasaran dengan sayur-sayuran yang berbagai macam bentuk dan warna yang menarik baginya, ada labu, kentang, wortel, kacang, panjang, kol, disamping sayuran tadi banyak botol-botol kecil cantik yang menarik hatinya, ah asyik sekali bermain dengan mama di dapur, tapi mama malah mengusirnya.

Anda pernah, melihat atau mendengar kisah seperti Ibu di atas?, atau mungkin pernah mangalaminya. Mungkin, pernah dengan menyertakan berbagai alasan. 'Kalau anakku ikut memasak atau membantuku masak, nanti masaknya jadi lama, padahal masih ada setumpuk pakaian mereka yang mau kusetrika. Kalau ia ikut masak, nanti tanganya teriris pisau, karena ia juga mau memotong-motong sayuran, atau matanya pedih karena mencium aroma bawang merah, atau nanti ia terkena minyak panas saat aku menggoreng, kalau anakku ikut masak, dapur jadi berantakan dan butuh setengah jam untuk merapikannya'. dan berbagai macam alasan dari ibu-ibu.
Jika melihat alasan-alasan ibu yang mencari rasionalisai, sepintas tampak betul, kita tidak ingin berlama-lama didapur, kita tidak ingin mereka celaka, mis: teriris pisau. Namun Ibu yang baik... anak adalah anak. Mereka hidup didunianya yang serba menyenangkan, segala aktivitas yang mereka lakukan, hanya diarahkan pada satu tujuan yaitu BERMAIN.
Cara pandangnya pun masih tergeneralisasi, termasuk ibunya, ia memandang ibunya yang lagi masak di dapur, yang ada dalam pikiran seorang anak, melihat bahwa, 'wah asyik sekali ibu bermain didapur, memotong-motong sayuran yang bermcam-macam, mencucinya di keran air, kemudian mengupas bawang, membuka botol-botol kecil yang cantik', itulah persepsi anak. Sedangkan ibu persepsinya adalah masak ya masak. Bila ia melihat Bapak lagi berada di meja kerja di depan laptopnya, ia akan mempersepsikan 'Wah asyik sekali Bapak memencet-mencet tombol-tombol, kemudian layar laptop berubah-ubah warna, warnamya yang terang membuat laptop itu semakin menarik. Jadi ia pun ingin melakukannya bersama kita, bermain bersama orang-orang yang dicintainya. Nah begitulah anak-anak ibu yang baik ….
Anak-anak apapun aktivitasnya mereka sebenarnya hanya ingin bersenang-senang saja. Di kamusnya tidak ada kata 'masalah'. Paling-paling ia hanya akan menangis, bila mainannya di rebut oleh kakanya, di ejek temanya, atau di tinggal teman-temannya.
Jadi intinya persepsi orangtua bahwa ' anak hanya akan MENGGANGGU pekerjaannya dan persepsi anak ' adalah ia hanya ingin BERMAIN. Nah siapakah yang salah?????. Bagaimana kita mengsinkronkan kedua persepsi yang berbeda itu, tentu tidak etis dan tidak pas jika kita menuntut anak-anak untuk memahami dan mengerti kita, lagi pula tahap perkembangannya juga tidak sesuai untuk itu, so kitalah yang harus mengerti mereka, dan marilah kita memasuki dunia anak-anak, karena dengan memahami apa kebutuhan mereka, keinginan-keingan mereka, itu adalah satu jalan yang dapat kita gunakan untuk mendidik mereka menjadi manusia yang lebih baik, menjadi manusia yang sholeh tentunya, memang tidaklah semudah membalikkan telapak tangan ibu-ibu, tapi kita harus berusaha, karena di tangan ibulah anak-anak akan terbentuk, karena kitalah yang paling dekat dengan mereka, pengaruh kita amat besar bagi perkembangan jiwanya.
Oleh karena itu kita perlu membekali diri kita dengan pengetahuan-pengetahuan tentang hal tersebut (ah panjang amat, to the point aja....).
Kita perlu memahami tahap-tahap perkembangan dan kebutuhan bermain anak. Untuk materi ini akan saya lanjutkan di postingan berikutnya. Tunggu yah....

Insya ALLAH bersambung ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar